Paus Fransiskus: Saya Akan Menyembuhkan Anak-Anak
"Saya tak pernah memahami mengapa anak-anak mesti menderita."
Mendiang Paus Fransiskus dikenal sebagai pecinta kemanusiaan. Ia penyayang anak-anak yang amat tulus. Ia mengecup dan memberkati anak-anak, selalu, dalam setiap kesempatan.
Sama seperti Yesus yang menyayangi anak-anak, Paus Fransiskus pun begitu. Ia membiarkan mereka datang, memberkati mereka. "Biarkan anak-anak datang kepada-Ku."
Salah satu yang amat berkesan adalah ketika Paus Fransiskus menjawab surat seorang anak laki-laki. William Morkin namanya. Ia anak SD St. Fransiskus Xaverius, La Grange, Illinois, AS yang dikelola para Yesuit.
William mengajukan pertanyaan kecil, polos, khas anak-anak, tetapi mendapat jawaban dan perhatian yang besar dari Paus Fransiskus. "Paus Fransiskus yang terkasih, jika engkau dapat melakukan satu mukjizat, apa yang akan kau lakukan?"
"Saya akan menyembuhkan anak-anak. Saya tak pernah memahami mengapa anak-anak mesti menderita. Itu misteri bagi saya. Saya tidak punya penjelasan untuk itu. Saya bertanya kepada diri saya sendiri, dan saya mendoakan pertanyaanmu."
"Mengapa anak-anak harus menderita? Hati kecil saya bertanya-tanya. Yesus menangis, dan dengan menangis, Ia memahami tragedi yang kita alami. Saya berusaha untuk memahaminya juga. Ya, jika saya dapat melakukan mukjizat, saya akan menyembuhkan setiap anak," tulis Paus Fransiskus di dalam buku berjudul “Dear Pope Francis: The Pope Answer Letters from Children Around the World”.
Sulit membayangkan bagaimana anak-anak harus kabur bersama orang tua mereka keluar dari tanah kelahiran, menerjang lautan dengan sampan, menjadi imigran di tanah asing. Nasib tak tentu. Menjadi persona non grata di tanah orang. Hidup mereka tergantung pada keputusan politik para pemimpin negara.
Paus Fransiskus mendorong para pemimpin agar memandang mereka sebagai manusia.
“Pertemuan dengan yang lain juga merupakan pertemuan dengan Kristus. Dia mengatakan kepada kita bahwa Dia sendiri yang mengetuk pintu hati kita melalui rasa lapar, haus, orang asing, telanjang, sakit, terpenjara, yang meminta untuk bertemu dan dibantu, meminta untuk dapat dibebaskan," kata Paus Fransiskus mengenang 7 tahun kunjungannya ke Lampedusa, Italia.
Paus Fransiskus mengecam para pemimpin politik yang melihat dan mengategorikan para pengungsi dalam angka belaka. Anonim. Padahal, mereka adalah manusia, unik, tak terdefinisikan oleh keputusan politik, dan bukan sarana melainkan tujuan pada dirinya sendiri.
"Berhentilah menganggap kapal karam sebagai berita belaka, kematian di laut sebagai angka baru. Mereka orang yang punya nama, cerita, dan derita," ujar Paus Fransiskus.
Paus Fransiskus, di jam-jam terakhir menjelang ajal menjemput, masih menaruh perhatian pada Gaza, ladang pembantaian, yang menghancurkan masa depan anak-anak.
"Saya mohon sekali lagi, untuk segera diwujudkan gencatan senjata di Jalur Gaza, pembebasan sandera, dan akses terhadap bantuan kemanusisaan," pesan Paus Fransiskus yang dibacakan Kepala Liturgi Kepausan Uskup Agung Diego Ravelli.
Ia selalu menelepon Pastor George Anton, kepala Paroki Keluarga Kudus di Gaza. Menanyakan kabar mereka, apakah makanan masih ada, apakah ada persediaan air bersih, apakah ada yang terluka, dan seterusnya. Tindakan kasih yang nyata, penuh perhatian, seperti kasih seorang bapak kepada anaknya.
Paus Fransiskus adalah man of action. Dia adalah pribadi yang walk the talk. Hidupnya diwakafkan untuk kebaikan bersama, membangun solidaritas antarmanusia lintas agama dan lintas budaya, melampaui sejarah kelam dan pertentangan di masa lalu untuk masa kini di sini (hic et nunc) yang lebih baik.
Ensiklik yang ditulisnya, terutama Laudato Si dan Fratelli Tutti, berisi ajaran praktis yang lahir dari pengalaman konkret tentang manusia dan ekologi. Apa yang ditulisnya, itulah yang dihayatinya. Tulisannya adalah anak rohani dari pengalaman hidupnya.
Paus mendorong kita untuk mempraktekkan agathosyne (bahasa Yunani) atau benevolentia (bahasa Latin) sebagai etika dasar dalam hidup bersama (Fratelli Tutti 112).
Agathosyne berarti keterikatan pada yang baik, pencarian akan yang baik. Terlebih lagi, ini berarti menyediakan apa yang paling berharga, yang terbaik bagi orang lain: pendewasaan mereka, pertumbuhan mereka dalam kehidupan yang sehat, yang berlandaskan nilai-nilai, dan bukan hanya kesejahteraan materi.
Benevolentia, yaitu sikap menginginkan kebaikan bagi orang lain. Inilah suatu dambaan kuat akan kebaikan, kecenderungan terhadap semua yang baik dan sangat baik, yang mendorong kita untuk melimpahi kehidupan orang lain dengan hal-hal yang indah, luhur, dan membangun.
Keterikatan pada yang baik serentak menginginkan kebaikan bagi yang lain adalah salah satu pokok penting dalam ensiklik Fratelli Tutti yang menubuh dalam kisah "Orang Samaria yang baik hati" (Fratelli Tutti 56-86). Orang Samaria yang baik hati itu melampaui semua sekat: sejarah, budaya, politik, ideologi dan hanya mengusung martabat manusia sebagai satu-satunya "mata uang" yang menjadi alat tukar dalam relasi dengan yang lain.
Di mata Paus Fransiskus, Orang Samaria tidak sekadar memandang orang asing sebagai sesama, tetapi menempatkan dirinya sendiri sebagai sesama. Dengan menjadi sesama bagi yang lain, kita dituntut untuk "dekat dan hadir, mengatasi segala hambatan budaya dan sejarah" untuk berjuang dengan terlibat di antara dan bersama mereka yang malang dan tertindas itu.
"Oleh karena itu, saya tidak lagi mengatakan bahwa saya mempunyai "sesama" yang harus dibantu, tetapi saya merasa terpanggil untuk menjadi sesama bagi orang lain" (Fratelli Tutti 81).
Hidup Paus Fransiskus, jika boleh disimpulkan, adalah kisah tentang menjadi "sesama" yang menghidupkan yang lain. Kendati itu tidak gampang, Paus Fransiskus telah memberi teladan. Harapan itu terus ada dan tumbuh, semoga mekar dan harum semerbak di dalam dunia ini.
Dalam audiensi khusus dengan Paus Fransiskus, William mengajukan pertanyaannya yang kedua. "Apakah sulit menjadi seorang Paus?" Jawab Paus, "Itu sulit dan mudah, sama seperti hidup kebanyakan orang."
Masa kepausan Fransiskus yang berlangsung 12 tahun 1 bulan 1 minggu bukan hal yang mudah. Akan tetapi, Paus Fransiskus membuatnya menjadi (terlihat) mudah dan membuat banyak orang Katolik bangga menjadi Katolik!
Semper in cordibus nostris, Santo subito!